Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang Belajar Sistem Subak
Denpasar - Sebanyak 10 orang dosen dan tenaga kependidikan dari Fakultas Pertanian Universitaa Brawijaya, Malang berkunjung ke Laboratorium Subak dan Rekayasa Agrowisata Prodi Agribisnis FP Unud pada hari Kamis (10/07/2025). Ketua Laboratorium Fisika Tanah Istika Nita, S.P., M.P. selaku pimpinan rombongan menjelaskan tujuan mempelajari sistem Subak di Bali sebagai kegiatan menggali bahan pembelajaran mata kuliah irigasi.
“Mulai semester depan kami akan menjadikan subak sebagai studi kasus mata kuliah irigasi yang dilaksanakan dengan metode pembelajaran case study,” tutur Nita. Dijelaskan juga selain observasi lapangan dan bertatap muka dengan tokoh masyarakat di Subak Jatiluwih, Rombongan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya itu berkunjung ke Fakultas Pertanian Unud antara lain Prof. Dr. Ir. Didik Suprayogo, M.Sc., Ph.D; Prof. Dr. Ir. Sugeng Priono, S.U.; Dr. Kurniawan Sigit Wicaksono, S.P., M.Sc.; Dany Dwi Saputrra, S.P., M.Si., Ph.D; Syamsul Arifin, S.P., M.Si.; Dr. Yulia Amirul Fata, S.T., M.Si; Muhammad Taufik Hidayat, S.P., dan Awang Satya Kusuma, S.Kom.
Rombongan diterima Ketua Unit Subak Unud Prof. Dr. Ir. I Ketut Suamba, M.P. dan Ketua Lab. Subak dan Rekayasa Agrowisata FP Unud Dr. I Made Sarjana, S.P., M.Sc. di Gedung Agrokomplek Kampus Unud, Jln. Sudirman Denpasar. Sarjana memaparkan mengenai profil Lab. Subak dan sistem subak di Bali. Dijelaskan, Lab. Subak merupakan laboratorium sosial yang memfasilitasi mahasiswa untuk belajar subak ke petani. “Secara fisik tidak ada peralatan khusus, kami melakukan penelitian atau kajian dengan turun langsung ke petani. Infrastrukturnya paling hanya komputer dan software analisis kuantitatif dan kualitatif,” tegas akademisi yang juga anggota Subak Giri Merta Yoga, Desa Mengani itu. Ditambahkan, Lab. Subak tidak meneliti teknologi tertentu dan disebarkan ke masyarakat tetapi sebaliknya menggali data lapangan, menganalisis dan mempublikasikan serta diseminasi ke petani. Hasil pembelajarannya dikembalikan ke petani untuk dijadikan bahan acuan meningkatkan peran subak sebagai wahana pemberdayaan petani.
Sementara itu Suamba memaparkan subak sebagai warisan budaya dunia dan dampaknya terhadap upaya pelestarian lembaga tersebut. Dijelaskan, subak dapat ditelaah secara multi dimensional dan melibatkan multi aktor. Membahas subak bukan sekedar budidaya padi semata, ada aspek budaya, sosial, lingkungan, teknis distribusi air, dan ekonomi termasuk pemanfaatan subak sebagai daya tarik wisata. “Memahami subak butuh proses dan waktu yang cukup panjang, namun pertemuan ini kami memperkenalkan subak secara garis besar. Banyak penelitian tentang subak dari berbagai sudut pandang penelitinya, temuannya memperkaya pemahaman kami tentang subak,” tuturnya. Suamba mengaku bangga ketika semakin banyak orang belajar tentang subak karena upaya pemaknaan nilai-nilai kearifan lokal kian beragam. Subak, lanjutnya, menjadi lembaga yang mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan di lapangan bukan pada tataran wacana semata. Dicontohkan, petani menanfaatkan subak sebagai lembaga menyelesaikan konflik sangat nyata dilakukan. “Setiap subak memiliki bangunan pura, balai pertemuan dan bale timbang. Bale timbang ini maknanya sebelum warga subak mengambil keputusan harus mempertimbangkan berbagai hal. Ini secara simbolik mencegah terjadi konflik,” ujar Suamba.
UNIVERSITAS UDAYANA